27 April 2009

Pendakian Gunung Raung 3332 Mdpl


Catatan Perjalanan 12 Tahun Silam

Sebagai gambaran umum bahwa Gunung Raung merupakan Strato Volcano yang secara geografis terletak pada tiga Kabupaten yaitu, Bondowoso, Jember dan Banyuwangi, menurut catatan yang ada gunung ini pernah meletus sebanyak 58 kali dengan rata-rata letusan terdasyat menghasilkan guguran lava hingga 60 km. Akibat letusan yang berurutan tersebut pada tahun 1586, 1593, 1597, 1638, 1730, 1817, dan 1938, telah memunculkan danau-danau kawah. Sedangkan letusan terdasyat terjadi pada tahun 1638, yang mengakibatkan banjir lahar pada kali Klatak dan Setail dan merenggut nyawa lebih dari 1000 orang tewas.


Seperti catatan sebelumnya, untuk menuju gunung Raung dari jalur normal harus melalui Sumber Wringin dan saya telah banyak bercerita tentang pondok motor pada catatan sebelumnya, untuk menuju Sumber Wringin dari terminal Bondowoso, oper menggunakan Minibus menuju Wonosari dari pertigaan jalan yang membelah arah ke Gunung Raung dan Gunung Ijen.

Dari pertigaan itu atau di pasar Sukosari dapat dilanjutkan menggunakan angkudes menuju Sumber Wringin, yang terletak dilereng utara gunung Raung. Dari tempat inilah Pendaki dapat mempersiapkan perbekalan terutama air, karena sepanjang perjalanan ke gunung Raung hingga sampai puncak tidak akan ditemukan sumber mata air.
Perijinan secara administrasi juga dilakukan di kantor desa ini yang juga merupakan Pos Vulkanologi, sesudah itu perjalanan dapat dilanjutkan menuju Pondok Motor yang berjarak sekitar 7 km dapat menggunakan ojek atau berjalan kaki selama 2 jam melewati hutan pinus dan perkebunan kopi milik penduduk akan sampai di Pondok Motor. Cerita tentang pondok Motor dapat dibaca pada catatan sebelumnya.

Kami berempat melakukan perjalanan dari Pondok Motor dengan persiapan yang sangat cukup dan kondisi kesehatan yang stabil. Dari Pondok Motor kami mulai menerobos perkebunan kopi milik penduduk, jalannya masih landai kira-kira 20 derajat, beberapa menit kemudian kami masuk dalam kawasan Hutan Raya Raung yanag didominasi pohon glendong, arcisak dan takir. Setelah melewati ini kami menemui sebuah persimpangan jalur yang kekiri menuju Gunung Suket dan kami mengambil jalur lurus menuju Raung. Lintasan mulai terasa naik turun ketika sudah berada pada ketinggian 1.300-1.600 mdpl. Dari Pondok Motor menuju Pos II atau Pondok Sumur ini memakan waktu 2-3 jam.
Pondok Sumur merupakan dataran pada ketinggian 1750 mdpl, dari sini perjalanan terasa mulai menanjak, dengan membawa beban masing -masing sekitar 15 kg di punggung, perjalanan mulai terasa lambat, semakin naik jalanpun makin kelihatan sempit akibat tertutup semak-semak rimbun , sekitar dua jam berjalan sampailah kami di Pondok Dhemit, yang hanya bertandasebuah papan nama yang menempel di pohon.

Dengan nafas tersengal-sengal kami berhenti dan melemparkan ransel ketanah, setelah jantung agak reda berdegup kuambil botol air dan meneguknya, rasa segar terasa ketika menarik nafas dalam-dalam sambil berteriak. Di Pondok Dhemit ini kami hanya beristirahat sebentar dan perjalanan akan dilanjutkan menuju Pondok Mayit. Menurut informasi, dari Pondok Dhemit ke Pondok Mayit, perjalanan membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 jam. Jalur lintasan dari pondok Dhemit ke Pondok Mayit tak jauh beda dengan lintasan sebelumnya, namun setelah kita mau memasuki Pondok Mayit, pemandangan mulai berubah karena kawasan Pondok Mayit ini mulai terlihat tanaman edelweiss atau bunga abadi, karena memang bunga ini walaupun sudah dipetik tetap tak layu seperti bunga lainnya.

Setelah beristirahat sekitar 15 menit, perjalanan kami lanjutkan menuju Pondok Mantri yang merupakan sebuah dataran pada ketinggian 2.750 mdpl, ini merupakan dataran terakhir. Pondok Mantri ini ditumbuhi tanaman-tanaman kerdil seperti Anggrek Gunung, Cantigi dan lainnya dari Pondok mayit ke Pondok Mantri sebenarnya tak seberapa jauh, karena perjalanan hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit, disinilah kami bermalam, bagi tugaspun dimulai, Saya dan Arif siap memasak sedang Subi dan Doel mendirikan tenda, tak lama kemudian selesailah tugas tersebut, kami mulai minum teh panas bersama, maklum angin disini lumayan kencang dan hawanya mulai terasa dingin.

Pagi harinya setelah sarapan pagi kamipun berkemas untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak, karena medannya menanjak dan licin kami putuskan untuk tidak membawa beban kecuali air minum dan kamera. Barang-barang kami tinggalkan di Pondok Mantri.
Pondok Mantri atau biasa disebut dengan Pos Parasan in, terletak diatas batas vegetasi antara daerah tundra dengan daerah berbatu pasir. Meski tak seterjal Pasir Gunung Semeru, jalur ke puncak Raung ini juga rawan terhadap angin kencang, untuk itu kami selalu berdekatan terus bersama empat orang teman, angin kencang ini sangat membahayakan karena lintasan ini berbatu kerikil yang licin. Dalam perjalanan ke puncak ini terdapat tugu kecil batu marmer In Memoriam bernama Deden Hidayat, seorang pendaki asal Bandung yang meninggal di Puncak Raung pada tahun 1993. Selepas tugu itu sikitar 30 menit kami sampai di Puncak Gunung Raung di ketinggian 3.332 mdpl.

Puncak Raung tidak terlalu lebar seperti puncak-puncak lainnya, karena berbentuk bibir kawah yang sempit dan dari sini kita bisa melongok kawah Raung yang memiliki Kawahnya terbesar diantara gunung-gunung di Pulau Jawa dengan diameter hampir 2 km dan kedalaman vertikal 500 m, di mana di tengah kawah menjulang setinggi kurang lebih 100 meter dan selalu mengeluarkan kepulan asap putih berbau belerang (Djel).

Tidak ada komentar: