24 Januari 2011

Pecinta Alam Harus Selaras Dengan Alam

Melihat para kaum muda memanggul ransel dipunggungnya bergerombol di sebuah terminal di Surabaya, mengingatkan aku akan kegiatan yang dulu sering aku lakukan, mendaki gunung dan berkelana di hutan, Bisa jadi mereka menyebut dirinya kelompok pecinta alam atau apa saja, namun saat ini banyak dari mereka yang menamakan dirinya pecinta alam kenyataannya kegiatan yang dilakukan tidak selaras dengan alam.

Kegiatan kepecinta alaman makin menjamur saja di negeri ini, misal mendaki gunung, menjelajah hutan, menyusuri gua, dan sederet kegiatan alam lainnya. Seringkali kegiatan yang dilakukan hanya sebatas menikmati alam untuk diri sendiri, sebatas mencari kepuasan untuk kepentingan pribadi, tapi tidak semua kelompok Pecinta Alam seperti itu.
Dalam kenyataannya seorang pencinta alam (bukan organisasinya) sering kali melakukan banyak aktivitas yang justru mengganggu keseimbangan alam. Mendaki gunung menjelajah rimba dan membuat jejak-jejak disana, mencoret batu-batu di puncak, membuang sampah non organik ke sembarang tempat, membuat api unggun yang seringkali lupa dimatikan, memetik bunga abadi (edelweiss) dan lain-lain.
Ketika saya dulu mendaki gunung bersama teman-teman berkomitmen untuk tidak pernah meninggalkan apapun yang kita bawa terutama sampah non organik, namun yang sering mengganggu saya, seringkali di perjalanan menuju puncak banyak sampah berserakan, tentunya, ini adalah sampah yang dibawa oleh para pendaki (atau bisa juga para peziarah gunung) karena sebagian besar makanan yang dibawa khas sekali seperti bungkus mie instan dan bungkus makanan instan lainnya dan botol minuman, bahkan lebih parah saya juga sering melihat coretan cat di batu maupun goresan di pohon, seringkali coretan itu menulis nama sekolah, nama kampus hingga membuat pesan kepada sang pujaan hati. Sekali lagi tidak semua pecinta alam berperilaku seperti itu, saya yakin itu dilakukan secara pribadi oleh anggotanya yang kurang memaknai arti dari pecinta alam itu sendiri.
Jujur saja selaku individu dari kelompok pecinta alam pastinya pernah mengalami kesalahan dalam melakukan perjalanan ke gunung apapun bentuknya. Tapi dengan kesadaran semua yang dianggap sebuah kekeliruan tentunya dapat diperbaiki hingga tidak dilakukannya lagi pada waktu berikutnya.
Pada tahun 1992 saya bersama 14 orang teman pernah melakukan aksi nyata dengan memungut sampah di 5 gunung antara lain gunung Penanggungan, Welirang, Arjuno, Semeru, dan Penanjakan tepatnya tanggal 9 – 21 Juli 1992 dengan biaya sponsor. Banyak hal yang sebenarnya bisa dilakukan oleh kaum muda yang mengaku dirinya pecinta alam, bukan hanya sekedar mendaki gunung dan menyusuri belantara, semisal membuat papan peringatan, atau memasang tong sampah dibeberapa kawasan pos pendakian atau tempat wisata hutan dan masih banyak yang lain.
Kepedulian akan alam harus menjadi jiwa dan semangat para pecinta alam, karena merekalah yang pertama harus memiliki kesadaran lebih, justru bukan mengabaikannya.
Sebuah organisasi Pencinta Alam (yang biasanya ngetren di kalangan mahasiswa) seharusnya bukan sekadar sebuah tempat bernaung bagi mereka yang senang bertualang saja, namun bagaimana harus bisa menjadi pelopor bagi masyarakat umum agar lebih mencintai alam. (Djel Cah Gunung)


Tidak ada komentar: